(Cerita Silat) Manusia Setengah Dewa eps 5

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Feb 1, 2015.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    dan apakah Locianpwe sekarang sedang menuju ke
    hutan itu?" Mulai berubah wajah kakek itu mendengar
    ucapan ini, senyumnya masih ada akan tetapi sepasang
    matanya yang tadinya berseri gembira itu kehilangan
    cahaya kegembiraannya dan berubah dengan sinar
    kilat yang mengejutkan mereka semua. "Hemmm,
    orang-orang muda yang lancang. Kalau benar aku
    hendak pergi mengunjungi Sin-tong, kalian mau
    apakah?" Tiga belas orang anak murid Bu-tong-pai itu
    sudah dapat "Mencium" keadaan yang membuat
    mereka semua siap siaga. Mereka melihat bahwa
    kakek yang kelihatannya halus budi itu dan ramah ini
    mulai memperlihatkan "tanduknya" atau watak
    sesungguhnya. "Locianpwe, kalau benar demikian, kami
    hanya mohon kepada Locianpwe agar tidak
    mengganggu Sin-tong." "Apamukah bocah itu?" "Bukan
    apa-apa, Locianpwe. Namun mendengar betapa anak
    ajaib itu telah banyak menolong orang tanpa pandang
    bulu tanpa pamrih, maka sudahlah menjadi kewajiban
    semua orang gagah di dunia kang-ouw untuk menjaga
    kesel amatannya.".Perubahan hebat pada diri kakek itu.
    Kini senyumnya bahkan lenyap dan mulutnya
    menyeringai penuh sikap mengejek, matanya
    berkilat-kilat dan suaranya berubah kaku, ketus dan
    memandang rendah. "Anak-anak kurang ajar Apakah Si
    Tua Bangka Kui Bho Sanjin yang mengutus kalian?"
    "Guru kami tidak tahu-menahu tentang ini. Kami
    kebetulan berada di daerah ini dan mendengar akan
    Sin-tong yang terancam bahaya, maka kami melihat
    Locianpwe lalu sengaja hendak bertanya. Tentu saja
    kalau Locianpwe tidak menghendaki Sin-tong, kami pun
    sama sekali tidak kurang ajar dan kami mohon maaf
    sebanyaknya." "Aku memang menuju ke Hutan Seribu
    Bunga. Mengapa kalian menyangka bahwa aku akan
    mencelakai Sin-tong?" Tiga belas pendekar Bu-tong-pai
    itu makin tegang. Kakek ini sudah mulai berterus
    terang, maka tiada salahnya kalau mereka bersikap
    waspada dan berterus terang pula. "Siapa yang tidak
    mendengar bahwa Pat-jiu Kai-ong sedang
    menyempurnakan ilmu iblis yang disebut
    Hiat-ciang-hoat-sut (Ilmu Hitam Tangan Darah)?"
    Tiba-tiba Kwat Lin berseru sambil menudingkan telunjuk
    kirinya ke arah muka kakek itu. Para suhengnya
    terkejut, akan tetapi ucapan telah terlanjur dikeluarkan
    dan memang dalam hati mereka terkandung tuduhan
    ini. Ilmu Hiat-ciang hoat-sut adalah semacam ilmu
    hitam yang hanya dapat dipelajari oleh kaum sesat
    karena ilmu ini membutuhkan syarat yang amat keji,
    yaitu menghimpun kekuatan hitam dengan jalan
    menghisap dan minum darah, otak dan sumsum
    anak-anak yang masih bersih darahnya Tentu saja bagi
    seorang yang sedang menyempurnakan ilmu iblis ini,
    Sin-tong mempunyai daya tarik yang luar biasa, karena
    darah, otak dan sumsum seorang bocah seperti
    Sin-tong yang ajaib, lebih berharga dari darah, otak dan
    sumsum puluhan orang bocah biasa lainnya. Tiba-tiba
    kakek itu tertawa lebar. Hah-hah-hah-hah, memang
    benar Dan satu-satunya bocah yang akan
    menyempurnakan ilmuku itu adalah Sin-tong Dan aku
    bukan hanya suka minum dan menghisap darah, otak
    dan sumsum bocah yang bersih, juga aku bukannya
    tidak suka bersenang-senang dengan perawan cantik
    seperti engkau, Nona" "Singggg Singggg..." Tampak
    sinar-sinar berkilauan ketika pedang yang tiga belas
    buah banyaknya itu bergerak secara berbarengan dan
    tiga belas orang pendekar itu telah mengurung si Kakek
    yang masih tertawa-tawa. "Heh-heh, kalian mau
    coba-coba main-main dengan Pat-jiu Kai-ong? Sayang
    kalian masih muda-muda harus mati, kecuali Nona
    manis. Andaikata Si Tua Bangka Kui Bhok Sanjin berada
    disini sekalipun, dia juga tentu akan mampus kalau
    berani menentang Pat-jiu Kai-ong" "Serbu dan basmi
    iblis ini" Twa-suheng itu berteriak dan mereka sudah
    menerjang maju dengan bermacam gerakan yang
    cepat dan dahsyat. Tiba-tiba kakek itu mengeluarkan
    suara pekik yang dahsyat, pekik yang disusul dengan
    suara tertawa menyeramkan. Suara ketawa ini
    bergema di seluruh hutan, sehingga terdengar suara
    ketawa menjawabnya dari semua penjuru, seolah-olah
    semua setan dan iblis penjaga hutan telah datang oleh
    panggilan kakek itu. Hebatnya, suara pekik dan
    tertawa itu membuat tiga belas orang pendekar itu
    seketika seperti berubah menjadi arca, gerakan mereka
    terhenti dan untuk beberapa detik mereka hanya
    bengong memandang kakek itu dan jantung mereka
    seolah-olah berhenti berdenyut. Twa-suheng mereka
    yang bermuka gagah perkasa itu segera berseru,
    "Awas. Saicu-hokang (Ilmu menggereng seperti singa
    berdasarkan khikang)" Seruan ini menyadarkan para
    sutenya dan sumoinya. Mereka cepat mengerahkan
    sinking sehingga pengaruh Saicu-hokang itu membuyar.
    Pedang mereka melanjutkan gerakannya. "Sing-sing....
    siuuuut.... trang-trang-trang..Heh-heh-heh".Gulungan
    sinar pedang-pedang yang menyambar ke arah tubuh
    kakek dari berbagai jurusan, dapat ditangkis oleh
    gulungan sinar tongkat hitam yang telah diputar
    dengan cepatnya oleh Pat-jiu kai-ong. Para pendekar
    Bu-tong-pai itu terkejut ketika merasakan betapa
    telapak tangan mereka menjadi panas dan nyeri setiap
    kali pedang mereka tertangkis tongkat. Hal ini
    menandakan bahwa Si kakek benar-benar amat lihai
    dan memiliki tenaga sakti yang amat kuat. Juga
    tongkatnya yang kelihatan butut dan hitam itu ternyata
    terbuat dari logam pilihan sehingga mampu menahan
    ketajaman pedang di tangan mereka, padahal semua
    pedang di tangan Cap-sha Sin-hiap adalah
    pedang-pedang pusaka yang ampuh. "Ha..ha..ha, inikah
    Ngo-heng-kiam (Ilmu Pedang Lima Unsur) dari
    Bu-tong-pai yang terkenal? Ha..ha, tidak seberapa"
    Sambil menggerakan tongkatnya menangkis setiap
    sinar pedang yang meluncur datang, kakek itu tertawa
    dan mengejek. "Bentuk Sin-kiam-tin (Barisan Pedang
    Sakti)" Teriak si Twa-suheng melihat betapa kakek itu
    benar-benar amat tangguh sehingga semua serangan
    pedang mereka dapat ditangkis dengan mudahnya.
    Tiba-tiba tiga belas orang pendekar itu merobah
    gerakan mereka, kini mereka tidak lagi menyerang dari
    kedudukan tertentu, melainkan mereka bergerak
    mengurung dan mengelilingi kakek itu, sambil bergerak
    berkeliling mereka menyusun serangan berantai yang
    susul menyusul dan yang datangnya dari arah yang
    tidak tertentu. Diam-diam kakek itu terkejut. Sejenak
    dia menjadi bingung. Kalau tadi mereka itu
    menyerangnya dari kedudukan tertentu, biarpun gerak
    an mereka tadi berdasarkan Ngo-heng-kiam, namun dia
    sudah dapat mengenal dasar Ngo-heng-kiam dan dapat
    menggerakan tongkat secara otomatis untuk
    menangkis semua pedang yang dating menyambar.
    Akan tetapi sekarang, sukar sekali menentukan dari
    mana serangan akan dating, dan gerakan
    mengelilinginya itu benar-benar mendatangkan rasa
    pusing. Marahlah Pat-jiu Kai-ong. Tadi dia ingin
    mempelajari ilmu pedang Bu-tong-pai dan
    memperhatikan para pengeroyoknya sebelum
    membunuh mereka. Akan tetapi setelah mereka
    menggunakan Sin-kiam-tin dia tahu behwa mereka
    kalau dia tidak cepat mendahului mereka, dia bisa
    terancam bahaya. Tidak disangkanya bahwa Si Tua
    Bangka Kui Bhok San-jin, ketua dari Bu-tong-pai dapat
    menciptakan barisan pedang yang demikian lihainya.
    Tiba-tiba terjadi perubahan pada diri kakek ini. Tangan
    kirinya berubah menjadi merah sekali, merah darah
    "Hati-hati terhadap Hiat-ciang Hoat-sut" Si Twa-suheng
    berseru keras ketika melihat perubahan warna tangan
    kiri kakek itu. Pat-jiu Kai-ong tiba-tiba mengeluarkan pe
    kik yang amat dahsyat, lebih dahsyat daripada tadi dan
    tubuhnya mendadak membalik, tongkatnya menyamb
    ar dibarengi tangan kiri merah itu mendorong ke depan.
    "Prak-prak...dessss" Tiga orang pengeroyok menjerit da
    n roboh, dua orang dengan kepala pecah oleh tongkat,
    sedangkan seorang lagi terkena pukulan jarak jauh Hia
    t-ciang Hoat-sut, roboh dan tewas seketika dengan dad
    anya tampak ada bekas lima jari merah seperti terbak
    ar, bahkan bajunya robek dan hangus. Itulah Hiat-ciang
    Hoat-sut, pukulan maut yang mengerikan. Padahal
    ilmu itu masih belum sempurna, dapat dibayangkan
    betapa hebatnya kalau kakek ini berhasil menghisap
    darah, otak dan sumsum seorang bocah ajaib seperti
    Sin-tong. Sepuluh orang pendekar Bu-tong-pai terkejut
    dan marah sekali. Mereka melanjutkan serangan
    dengan penuh semangat dan penuh dendam. Namun
    kembali Pat-jiu Kai-ong memekik dahsyat sambil
    bergerak menyerang, dan kembali tiga orang lawan
    roboh dan tewas. Serangan ini diulanginya terus, tidak
    memberi kesempatan kepada para pengeroyoknya un
    tuk membebaskan diri. Empat kali terdengar dia meme
    kik dahsyat seperti itu dan akibatnya, dua belas orang
    diantara Cap-sha Sin-hiap dari Bu-tong-pai itu tewas se
    mua, tewas dalam keadaan masih menggurungnya dan
    yang masih hidup tinggal The Kwat Lin.seorang Hal ini
    memang disengaja oleh Pat-jiu Kai-ong dan kini sambil
    tersenyum mengejek dia menghadapi Kwat Lin. Dapat
    dibayangkan betapa perasaan dara itu melihat dua
    belas orang suhengnya telah tewas semua Dua belas
    orang suhengnya yang selama ini berjuang sehidup
    semati dengannya, kini telah menjadi mayat yang
    bergelimpangan di sekelilingnya, seolah-olah mayat dua
    belas orang itu mengurung dia dan Pat-jiu Kai-ong yang
    berdiri tersenyum di depannya. "Iblis busuk, aku akan
    mengadu nyawa denganmu" Kwat Lin berseru
    mengandung isak tertahan. "Hai i t....." tubuhnya
    melayang ke depan, pedangnya ditusukkan ke arah
    dada lawan dengan kebencian meluap-luap. Namun
    dengan gerakan seenaknya kakek itu memukulkan
    tongkatnya dari samping menghantam pedang yang
    menusuknya. "Krekkk" Pedang itu patah dan
    gagangnya terlepas dari pegangan Kwat Lin Dara itu
    membelalakan matanya dan melihat pandang mata
    kakek itu kepadanya, melihat senyum yang baginya
    amat mengerikan itu, tiba-tiba dia membalikan
    tubuhnya dan melayang ke arah sebatang pohon besar,
    dengan niat untuk membenturkan kepalanya pecah
    pada batang pohon itu Kwat Lin melihat ancaman
    bahaya yang lebih mengerikan daripada maut sendiri,
    maka setelah yakin bahwa dia tidak akan mampu
    mengalahkan lawannya, dia mengambil keputusan ne
    kat untuk membunuh diri dengan membenturkan kepal
    anya pada batang pohon. "Bukkkkkk" Bukan batang po
    hon yang dibentur kepalanya, melainkan perut lunak da
    n tubuhnya berada dalam pelukan Pat-jiu Kai-ong yang
    entah kapan telah berada di situ menghadangnya di de
    pan pohon "Lepaskan aku" Kwat Lin berteriak dan tubu
    hnya tiba-tiba dilontarkan oleh kakek itu, jauh kembali
    ke dalam lingkaran mayat-mayat suhengnya. Dengan l
    angkah gontai, kakek itu tersenyum-senyum memasuki
    lingkaran dan melangkahi mayat bekas para penggero
    yoknya, menghampiri Kwat Lin yang sudah bangkit dud
    uk dengan muka pucat dan mata terbelalak. Dia telah t
    ersudut seperti seekor kelinci muda ketakutan
     
Loading...

Share This Page