Dari Urgensi Zakat Hingga Ideologi Sosialis

Discussion in 'General Discussion' started by brosantri, Nov 15, 2015.

Tags:
  1. brosantri

    brosantri New Member

    Joined:
    Nov 8, 2015
    Messages:
    3
    Likes Received:
    0
    Trophy Points:
    1
    Menjelang hari lebaran, umat Islam mulai berusaha untuk membayar zakat, tentunya bagi yang mampu. Hati akan merasa lega bila sudah berzakat dengan mengeluarkan 2,5 kg beras. Namun, apakah zakat hanya dimaknai secara sempit dengan memberikan beras 2,5 kg seperti ini saja ?

    Saya tidak akan memvonis “salah” bagi orang yang menyatakan bahwa makna zakat adalah terbatas pada patokan beras seberat 2,5 kg saja. Memang demikian adanya pemahaman orang banyak mengenai makna zakat. Namun, jangan salah bahwa pengertian tersebut bukanlah pengertian tunggal yang general terkait dengan pemahaman zakat. Bila kita pelajari lebih mendalam, dalam pembahasan ilmu fikih Islam, zakat dibagi menjadi dua, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Pemahaman orang awam, bahwa zakat identik dengan beras 2,5 kg, hanya mencakup teritorial pengertian zakat fitrah saja, yang biasa dikeluarkan menjelang hari raya lebaran idul fitri.

    Banyak orang menganggap bahwa ketika zakat fitrah sudah dikeluarkan maka hilanglah kewajibannya untuk berzakat. Anggapan seperti ini harus diluruskan. Kalau kita renungi, kira-kira apa motif Tuhan ketika menginstruksikan hamba-Nya untuk berzakat? Apakah tidak ada alasan logis dan hanya berhenti pada titik dogmatis saja? Tentunya Tuhan punya motif. Kebanyakan dari kita mungkin akan menjawab bahwa zakat adalah untuk membantu sesama. Lebih jauhnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Nah, apakah dengan mengeluarkan 2,5 kg saja umat ini bisa sejahtera? Tidak semudah itu. Tuhan tentunya Maha Mnegetahui sehingga umat Islam yang mampu tidak hanya diwajibkan untuk membayar zakat fitrah, tetapi juga diwajibkan untuk membayar zakat mal.

    Saat ini yang perlu digali lebih banyak dari umat adalah kesadaran untuk mengeluarkan zakat mal. Dalam konsep zakat mal modern, ada beberapa macam harta yang wajib dizakati, semisal pendapatan, tabungan, investasi uang, harta perniagaan, dan emas. Jumlah zakat yang didapatkan tentunya akan cukup fantastis jika kesadaran berzakat mal semakin tinggi. Zakat mal inilah yang merupakan raksasa potensi umat Islam untuk bisa mencapai kesejahteraan umum.

    Zakat dan ideologi sosialis

    Terkait dengan tujuan zakat bila ditinjau dari sisi sosial di atas, bolehlah kita sedikit menilik ideologi ekonomi sosialis yang selama ini kita anggap tidak sesuai dengan ideologi ekonomi kita. Dalam konsep ideologi ekonomi soisalis, terdapat cita-cita besar untuk mendistribusikan kekayaan negara kepada seluruh rakyat secara merata. Cita-cita tersebut tentunya bagus dan memiliki sisi kesamaan dengan ide Tuhan ketika mewajibkan umat Islam untuk membayar zakat.

    Dalam pembahasan fikih Islam, jelas sekali bahwa zakat hanya boleh dibagikan kepada delapan golongan saja. Kedelapan golongan tersebut adalah fakir, miskin, ‘amil(semacam panitia zakat), muallaf (orang yang baru masuk Islam), ghorim (orang dengan banyak beban hutang), mujahid fi sabilillah (orang yang berjuang di jalan Alloh), ibnu sabil (musafir), dan hamba sahaya. Seperti itulah fikih Islam menentukan golongan umat Islam yang berhak mendapatkan distribusi zakat. Dalam bahasa kaum soisalis, barangkali kedelapan golongan ini adalah sebutan untuk kaum proletar. Anggapan ini mungkin tidak tepat secara definitif. Namun, paling tidak memiliki kesamaan pijakan bahwa keduanya adalah sama-sama merupakan pihak yang pantas untuk mendapatkan distribusi “harta kekayaan”, walaupun dengan alasan yang berbeda.

    Kaum proletar dalam konsep sosialis, dianggap pantas untuk mendapatkan distribusi harta kekayaan negara karena keberadaannya adalah menempati kelas sosial kedua dalam masyarakat sehingga tingkat kesejahteraannya perlu mendapatkan perhatian khusus. Hal tersebut berbeda dengan konsep delapan golongan dalam konsep fikih Islam. Kedelapan golongan tersebut memiliki kriteria masing-masing, tidak melulu bertumpu pada kelas sosial (dalam bahasa kaum sosialis, karena dalam konsep Islam tidak ada kelas sosial). Taruhlah contoh untuk golongan mujahid (pejuang Islam). Dalam perspektif Islam, posisi mereka adalah istimewa, entah berasal dari keluarga biasa saja maupun ningrat. Tapi, karena jasa yang telah diberikan kepada Islam, baik waktu, tenaga, pikiran, maupun biaya, maka mereka memiliki hak untuk mendapatkan bagian dalam distribusi zakat. (dari pemikiran pribadi, dimuat di harian kedaulatan rakyat, diupload di sini)
     
    Last edited by a moderator: Nov 15, 2015
  2. M Fery

    M Fery Member

    Joined:
    May 31, 2015
    Messages:
    294
    Likes Received:
    30
    Trophy Points:
    28
Loading...

Share This Page