Mari Belajar Sejarah: Mencari Kebenaran yang Terlupakan

Discussion in 'Education' started by infoana, Oct 2, 2018.

Tags:
  1. infoana

    infoana Member

    Joined:
    Mar 31, 2017
    Messages:
    30
    Likes Received:
    3
    Trophy Points:
    8
    Pengetahuan saya tentang 1965 sesungguhnya benar-benar minim. Lebih berasal dari sepuluh th. bermukim di luar Indonesia, menyebabkan saya nyaris lupa tentang momen G-30S di th. 1965, salah satu periode terburuk/tergelap di dalam histori Indonesia. Hingga sebagian th. lalu. Digugah rasa penasaran, saya memirsa The Act of Killing karya Joshua Oppenheimer mudwise.

    Film yang banyak diperbincangkan itu sesudah itu mengusik keingintahuan saya tentang momen G-30S. Mulailah saya menelusuri ingatan era kecil, membaca artikel-artikel secara online, dan menanyakan kepada orangtua tentang perihal 1965.

    Salah satu yang saya ingat berasal dari pendidikan di SD yaitu kunjungan ke Lubang Buaya tiap-tiap tahun. Juga pelajaran histori soal budaya tragis yang memakan banyak korban, di antaranya cerita tentang enam jenderal yang dimutilasi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia).

    Buku pelajaran sekolah tetap menggambarkan kekejaman PKI. Kami terhitung diberi PR untuk memirsa dan merangkum film Pengkhianatan G 30 S-PKI. Waktu kecil, saya tidak habis pikir mengapa kita anak SD mesti memirsa film sekeji dan sesadis itu. Sebagai anak yang tidak senang film horor, memirsa film tentang pembunuhan adalah perihal yang tidak menyenangkan buat saya.

    Beruntung, ibu memaklumi ketidaksukaan saya dan membantu mengerjakan PR, tanpa saya mesti memirsa film itu. Mungkin saya terhitung segelintir orang yang lahir di era pemerintahan Soeharto yang tidak dulu memirsa Pengkhianatan G 30 S-PKI hingga selesai.

    Sekolah mengharuskan saya untuk tidak parah menanyakan tentang komunisme atau PKI. Namun, saya mendapat cerita bersama dengan versi yang sedikit tidak sama berasal dari orangtua. Beberapa rekan kuliah ibu adalah anak-anak berasal dari PKI, dan mereka benar-benar bersyukur dikarenakan sanggup kuliah di universitas terkemuka. Banyak anak eks PKI dipersulit untuk mendapat pendidikan, melacak pekerjaan dan mendapat promosi di pekerjaannya.

    Kakek sepupu saya terhitung sempat dipenjara atas tuduhan terlibat di PKI. Dia dipenjara tanpa diadili dan tanpa bukti yang kuat. Menurut ibu, pada era itu, banyak yang mengfungsikan momen G-30 S untuk kepentingan diri sendiri. Misalnya memfitnah orang-orang yang tidak disukainya bahwa mereka berkenaan bersama dengan PKI. Banyak orang tidak bersalah menjadi korban; entah dipenjara atau dibunuh.

    Mundur sejenak berasal dari seluruh teliti suram, kita terasa bertanya-tanya, “siapa dalang di balik ini?” atau, “siapa yang dapat menarik keuntungan berasal dari tragedi ini?” Rezim Soeharto? Amerika? Keduanya? Atau, apakah ternyata sama bersama dengan banyak tragedi di belahan dunia lain; bahwa Indonesia th. 1965 sekedar salah satu medan perang pada dua kekuasaan utama dunia (dalam masalah ini Amerika dan Rusia),yang mencoba mengklaim wilayah untuk mereka, bersama dengan mengorbankan masyarakat lokal.

    Sepanjang sejarah, kita telah melihat perihal semacam ini. Perebutan kekuasaan pada Inggris - Rusia di Asia Tengah pada 1800-an, hingga perang nuklir yang nyaris terjadi pada Amerika dan Rusia di Kuba; yang berjarak ratusan kilometer berasal dari negara-negara itu. Juga, apa yang tengah terjadi di Suriah kala ini.

    Tragedi semacam ini tetap berulang; tetap mengorbankan masyarakat lokal dan mengorbankan warga yang tidak bersalah. Jadi, kala terlihat pertanyaan tentang haruskah pemerintah Indonesia meminta maaf kepada warganya atas perihal 1965, jujur, saya tidak tahu. Pernahkah Rusia (atau pemberontak yang didukung Rusia) meminta maaf dikarenakan telah menembak jatuh pesawat Malaysia Airlines di Ukraina? Sudahkah Amerika mengakui kekacauan yang mereka menyebabkan di Suriah? Jadi, haruskah pemerintah lokal bertanggungjawab? Entahlah.

    Menurut saya, pertanyaan yang lebih perlu adalah, bagaimana kita mesti melakukan tindakan ke depan. Kisah apa yang mesti kita ceritakan ke generasi muda, dan pelajaran apa yang sanggup kita ambil berasal dari seluruh itu. Blog online seperti “Ingat 1965” adalah sarana perlu di dalam usaha melibatkan dan mengedukasi para generasi muda tentang apa yang sesungguhnya terjadi.

    Pada zaman Orde Baru, buku-buku histori dan kelas-kelas di sekolah sekedar alat propaganda yang digunakan rezim itu untuk mengendalikan masyarakatnya. Saya sungguh berharap, kelas-kelas histori di Indonesia kala ini telah beralih menjadi area yang penuh bersama dengan diskusi terbuka, yang mendorong para murid untuk mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan berani, untuk saling berdebat dan menantang ide-ide populer.

    Untuk menjadi bangsa yang hebat, saya percaya kita mesti mengetahui, dan mengetahui apa yang telah dialami bangsa ini. Sudah saatnya terhitung masyarakat dan kalangan akademis memperlakukan histori bangsa bersama dengan antusiasme yang sama seperti mereka memperlakukan pertumbuhan ilmu pasti. Karena histori Indonesia adalah anggota perlu berasal dari identitas kita. Kita mesti mengetahui asal-usul kita, sehingga jangan hingga mengulang kesalahan yang sama.

    Memang, tidak mudah dan benar-benar sulit. Khususnya bagi bangsa yang miliki beranekaragam suku dan bahasa di lebih berasal dari 17.000 pulau. Namun pengharapan saya tidak dulu putus, untuk Indonesia yang lebih baik.
     
Loading...

Share This Page