Napak Tilas Final-final Eropa Jose Mourinho

Discussion in 'Bola' started by Ridityaa, May 24, 2017.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. Ridityaa

    Ridityaa New Member

    Joined:
    May 24, 2017
    Messages:
    1
    Likes Received:
    0
    Trophy Points:
    1
    [​IMG]

    Mourinho, rajanya laga final. (Foto: Reuters/Darren Staples)
    Musim ini tak berjalan (terlalu) menyenangkan bagi Jose Mourinho. Setelah akhirnya dipercaya untuk menangani Manchester United, dia pun mendatangkan pemain terbaik dari Liga Italia dan Liga Prancis. Ekspektasi pun mau tak mau sempat membumbung. Namun, hasilnya masih jauh dari memuaskan.
    Meski berhasil membawa pulang trofi Community Shield dan Piala Liga, United gagal di Premier League dan Piala FA. Kans untuk menyelamatkan muka pun kini hanya ada di Liga Europa.
    Pada laga final yang akan dihelat dini hari (25/5) nanti, Manchester United bakal meladeni Ajax. Meski punya pemain-pemain dengan reputasi yang lebih menterang, "Setan Merah" tak serta-merta diunggulkan. Pasalnya, lawan mereka nanti mampu tampil lebih meyakinkan walau "hanya" diperkuat pemain-pemain hijau.
    Nah, walau begitu, Manchester United punya satu hal yang tentu tidak dimiliki Ajax, yakni sosok Mourinho itu sendiri. Manajer satu ini punya reputasi yang amat bagus dalam kompetisi-kompetisi berbentuk turnamen. Sejak 2003 lalu, Mourinho berhasil memenangi 11 dari 13 laga final yang telah dia lakoni.
    Adapun, tiga dari 11 kemenangan itu dia raih di ajang antarklub Eropa dan yang lebih spesial lagi, dua kekalahan yang dia derita tak pernah terjadi dalam 90 menit. Tim asuhan Mourinho hanya bisa bisa dikalahkan di final ketika laga sudah memasuki babak tambahan.
    Mengingat nanti malam adalah final Eropa pertama Mourinho bersama United, kami ingin mengajak Anda memutar kembali kiprah Mourinho di tiga final Eropa sebelumnya.
    1) Piala UEFA 2002/03 - Porto 3-2 Celtic
    Jose Mourinho ditunjuk menjadi pelatih Porto pada pertengahan musim 2001/02 dan ketika itu, dia mewarisi tim yang hancur lebur milik Octavio Machado. Sebelumnya, Mou mampu membawa klub kecil Uniao de Leiria tampil impresif di Liga Portugal dan manajemen Porto pun menunjuk dirinya untuk membangun tim dari awal.
    Mourinho pun berhasil. Porto, di musim 2001/02 itu, akhirnya finis di urutan ketiga dan pada musim berikutnya, Mourinho mulai membangun skuat yang kemudian mengantarkannya ke puncak dunia.
    Setelah mempertahankan Vitor Baia, Ricardo Carvalho, Costinha, Deco, Dmitri Alenitchev, dan Helder Postiga, Mourinho pun memboyong Nuno Valente, Derlei, Paulo Ferreira, Pedro Emanuel, Maniche, dan Edgaras Jankauskas. Jadilah Porto kekuatan yang mengerikan musim itu.
    Di kompetisi domestik, Porto berhasil menjuarai Liga dan Piala Portugal. Di laga penutup musim, mereka pun berhadapan dengan Celtic untuk memperebutkan trofi Piala UEFA.
    Laga yang dihelat di Stadio Olimpico de Sevilla itu berlangsung seru, terbukti dengan lima gol yang tercipta. Setelah Derlei membawa Porto unggul pada akhir babak pertama, Celtic langsung membalas saat babak kedua baru berlangsung dua menit melalui Henrik Larsson.
    Tak berselang lama, dua gol kembali tercipta. Alenitchev menaklukkan Rob Douglas pada menit ke-54 sebelum Larsson mencetak gol keduanya tiga menit kemudian. Skor 2-2 ini bertahan hingga peluit panjang dan laga pun harus dituntaskan melalui perpanjangan waktu. Lima menit sebelum babak tambahan berakhir, Derlei menjadi pahlawan usai mencetak gol ketiga. Porto juara dan langkah Jose Mourinho menjadi pelatih kelas dunia pun dimulai.
    Tak hanya itu, laga ini Mourinho pun mulai dikenal akan keculasannya. Manajer Celtic, Martin O'Neill, berulang kali mengeluhkan aksi diving para pemain Porto pada laga tersebut. Akan tetapi, Mourinho pun kemudian berkelit. Baginya, kalau Celtic -- terutama dua bek mereka, Joos Valgaeren dan Dianbobo Balde -- bermain kasar, pemain Porto pun tak punya pilihan selain melindungi diri mereka sendiri.
    2) Liga Champions 2003/04 - Porto 3-0 Monaco
    Bulan madu Mourinho dengan Porto berlanjut pada musim ini. Meski gagal di Piala Super Eropa usai ditundukkan Milan, Mourinho kembali membawa Porto menjadi kekuatan dominan.
    Di kompetisi domestik, mereka pun sukses mengulangi prestasi musim sebelumnya dengan merengkuh gelar juara Liga dan Piala Portugal. Namun, di Eropa, Jose Mourinho dihadapkan pada sebuah tantangan baru: Liga Champions.
    Dengan tulang punggung tim yang kurang lebih sama dengan musim sebelumnya, Mourinho pun memperkuat tim dengan mendatangkan pemain-pemain seperti Benni McCarthy (yang sebelumnya sudah pernah dipinjam), Pedro Mendes, dan Carlos Alberto.
    Perjalanan Porto di Liga Champions pun berjalan seru, termasuk ketika mereka membutuhkan gol Costinha di menit terakhir leg kedua perdelapan final menghadapi Manchester United. Lewat gol tersebut, United pun urung lolos lewat agresivitas gol tandang dan akhirnya kalah agregat 2-3.
    Setelah United, dua tim lain yang disingkirkan Porto sebelum mereka menjejak partai final adalah Olympique Lyonnais dan Deportivo La Coruna. Sementara, Monaco sukses menyingkirkan Lokomotiv Moskva, Real Madrid, dan Chelsea.
    Sayang, laga final yang digelar di Arena AufSchalke, Gelsenkirchen, itu berlangsung tidak seimbang. Setelah Ludovic Giuly ditarik keluar pada menit ke-23, Monaco langsung limbung. Porto pun akhirnya keluar sebagai juara setelah menghantam Monaco tiga gol tanpa balas. Carlos Alberto, Deco, dan Dmitri Alenitchev menjadi pahlawan kemenangan Porto pada malam itu.
    3) Liga Champions 2009/10 Internazionale 2-0 Bayern Muenchen
    Dua kali meraih trigelar bersama Porto, Jose Mourinho pun akhirnya mengulangi catatan itu bersama Internazionale pada musim 2009/10. Saat itu, dengan masih amburadulnya Milan dan Juventus pasca-Calciopoli, Internazionale pun melaju sendirian di Italia. Meski Roma senantiasa mengganggu, ujung-ujungnya tetap Internazionale yang berjaya.
    Pada laga final yang dihelat di Santiago Bernabeu, Internazionale sukses menjungkalkan Bayern Muenchen-nya Louis van Gaal lewat dua gol Diego Milito. Namun, justru bukan di sinilah kiprah terbaik Inter kala itu, melainkan di babak semifinal saat menjegal Barcelona.
    Selama 180 menit, terjadilah pertarungan antara dua kutub sepak bola yang berlawanan. Pep Guardiola yang idealis melawan Jose Mourinho yang pragmatis. Dengan jagal-jagal macam Walter Samuel, Lucio, Christian Chivu, Esteban Cambiasso, Thiago Motta, dan Marco Materazzi, Inter berhasil meredam permainan eksotis ala Barcelona. Barangkali, inilah momen taktikal terbaik Jose Mourinho sepanjang sejarah kepelatihannya.
    Adapun, saat menghadapi Bayern, tingkat kesulitan yang dihadapi Inter tidak sebesar sebelumnya. Meski mampu mendominasi, Bayern tak memiliki banyak pemain yang bisa menentukan hasil akhir seperti Barcelona. Alhasil, segala tekanan yang dilancarkan Bastian Schweisteiger dkk. mampu diredam dengan mudah oleh anak-anak Nerazzurri. Inter berhasil menjadi klub Italia pertama yang meraih trigelar dan itulah trofi Liga Champions terakhir yang diperoleh tim-tim Italia hingga kini.




    Sumber : https://kumparan.com/yoga-cholandha/napak-tilas-final-final-eropa-jose-mourinho
     
Thread Status:
Not open for further replies.

Share This Page