Strategi Yang Dipahami Musuh Bukan Strategi

Discussion in 'General Discussion' started by handoyoputro, Jul 2, 2017.

  1. handoyoputro

    handoyoputro New Member

    Joined:
    Aug 20, 2016
    Messages:
    17
    Likes Received:
    4
    Trophy Points:
    3
    Google+:
    [​IMG]

    Tahun 1989, terjadilah sesuatu yang saya anggap luar biasa, ketika Seorang Gus yang masih sangat muda bisa mengalahkan pengaruh mbah Kyai As’ad syamsul arifin yang sangat dihormati di kalangan NU, bahkan disebut sebut sebagai seorang wali quthub. Pada muktamar Nahdatul Ulama (NU) yang ke 27 bulan novenber 1989, Muktamirin secara aklamai memilih kembali KH Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum Tanfidziyah. Padahal kepemimpinan Gus Dur mendapat tantangan hebat dari Kyai As’ad.

    Mbah Kyai As’ad sangat kecewa dengan Gus Dur selama 5 tahun memimpin NU karena dianggap kebablasan. Pemikiran dan tidak tanduknya yang liberal dianggap telah keluar dari jalur aswaja (Ahli sunah wal Jamaah). Bahkan di akhir muhtamar pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo ini, dengan keras menyatakan dirinya mufaroqah ( memisahkan diri).

    Pada waktu itu saya menganggap Gus Dur sebagai sosok yang luar biasa karena “kesaktiannya” ini. Sebenarnya saya masih Agak meragukan fakta yang saya saksikan dengan jelas di berbagai media pada waktu itu. Budaya NU sangat mengedepankan kepatuhan pada pemimpinnya. Menurut pandanganku pada waktu itu, sangat mustahil Gus Dur bisa mngalahkan pengaruh Kyai besar yang sangat dihormati di semua kalangan ini. Itulah sebabnya saya merasa heran dan takjub.

    Pada suatu hari para pendekar pencak silat IPSNU Pagar Nusa yang dipimpin oleh H. Suharbillah sowan ke KH Khotib Umar, Pengasuh Pesantren Raudhatul Ulum Sumberwiringin, Sukowono, Jember. KH Khotib Umar adalah Ulama yang sangat disegani di kalangangan Nahdliyin. Dihadapan mereka KH Kotib umar bercerita bahwa beliau pernah bertanya kepada KH As’ad Syamsul Arifin mengenai masalah mufaroqah nya terhadap kepemimpinan Gus Dur.

    KH As’ad syamsul arifin berkata kepada KH Khotib Umar, bahwa itu adalah strategi dalam menghadapi rezim Orde Baru. Agar Gus Dur tidak dihabisi oleh Orde baru, maka beliau memusuhi Gus Dur. Mufarokah bukan berarti benci Gus Dur, malah Kyai As’ad mengatakan bahwa ini bearti dia mengasihi Gus Dur.

    Strategi itu dinilai dari hasil dan keefektifannya, bukan dari kenampakannya. Dan strategi yang hebat memang tidak boleh terdeteksi. Itulah sebabnya siasat dari para pemimpin sering disalahpahami. Hanya pemimpin yang tidak takut dihina dan dubully yang bisa melaksanakannya.

    Saya banyak melihat strategi hebat dari para pemimpin, justru menuai kecaman dan cercaan di sosial media. Sungguh sangat ironis, seorang Kyai Besar yang hafal Al’Quran dan Hadis, dan ratusan buku dengan akhlak yang mulia dibully oleh orang justru tidak berpengetahuan, dan akhlak yang diragukan dilihat dari kata kata yang keluar dari tuliannya. Sedangkan strategi “bunuh diri” yang membahayakan justru dipuja.

    Di saat terjadi konflik, kita bisa mengetahui, mana pemimpin yang berani atau pemimpin yang penakut. Kita bisa mengetahui Pemimpin yang takut kehilangan muka dan pemimpin yang yakin dengan strateginya. Kita bisa tahu pemimpin yang mencari muka dan pemimpin yang mengedepankan kemenangan bagi umatnya.

    Handoyoputro
    begawantung.blogspot.com
     
Loading...

Share This Page