CEO People: Google Paling Buruk dalam Mencuri Konten untuk AI

Updated 12 September 2025 Bersosial Tech

Google AI

Google, raksasa mesin pencari yang sejak lama mendominasi internet, kembali menuai kontroversi. Setelah sebelumnya dikritik atas penggunaan konten berhak cipta tanpa izin di era awal 2000-an, kini Google dituding mengambil konten dari media untuk melatih kecerdasan buatannya (AI) tanpa memberikan kompensasi.

Neil Vogel, CEO People Inc.—perusahaan di balik majalah terkenal seperti People dan Food & Wine—mengutarakan kritik tajam tersebut saat berbicara di acara Fortune Brainstorm Tech, Rabu 24 April 2025. “Beberapa perusahaan AI adalah pemain yang baik. OpenAI adalah pemain baik,” ujarnya. “Tapi yang paling buruk adalah Google.”

Ketegangan ini muncul ketika banyak penerbit media berjuang menghadapi realitas bahwa AI kini menjadi 'jawaban instan' di internet, menyediakan informasi tanpa perlu mengunjungi situs aslinya. Matthew Prince, CEO perusahaan infrastruktur internet Cloudflare, menjelaskan bagaimana Google dulunya menjadi "patron besar" dengan mengarahkan pengguna ke situs penerbit melalui hasil pencarian. Namun sekarang, jawaban AI yang diberikan Google cenderung membuat pengunjung tidak lagi meng-klik tautan ke situs penerbit, menyebabkan penurunan drastis lalu lintas web.

Prince juga mengungkapkan bahwa upaya penerbit untuk memblokir crawler AI dari mengindeks konten mereka belum berhasil pada Google, karena crawler AI-nya menggunakan sistem yang sama dengan crawler pencarian biasa. “Memblokir Google berarti juga mematikan kemungkinan ditemukan melalui pencarian,” kata Vogel.

Sebaliknya, beberapa perusahaan AI lain seperti Anthropic sudah melakukan kesepakatan membayar penerbit konten besar—Anthropic baru-baru ini menyelesaikan pembayaran senilai $1,5 miliar ke penerbit buku. Vogel menyebut bahwa Google sampai sekarang belum menempuh jalur seperti itu dan berlabel sebagai “bad actor.”

Google memilih untuk tidak memberikan komentar terkait tudingan ini.


Model YouTube sebagai Inspirasi Solusi

Bill Gross, tokoh penting internet awal yang kini memimpin ProRata.ai, membawa perspektif historis. Dia mengingat kontroversi serupa saat YouTube lahir dan disalahgunakan untuk pembajakan konten musik dan film.

YouTube kemudian menemukan jalan tengah dengan memberi opsi bagi pembuat konten untuk mendapatkan penghasilan dari iklan yang tampil pada video mereka. Model ini sudah berjalan puluhan tahun dan Google sudah membayar lebih dari $12 miliar bagi hasil ke pemegang hak hingga akhir 2024.

Gross percaya solusi serupa dengan sistem royalti ini bisa jadi kunci menghadapi tantangan di era AI sekarang. “Cara yang tepat adalah lewat sistem royalti, bukan dengan gugatan hukum,” tuturnya.


Masa Depan Konten dan AI: Harapan dan Skeptisisme

Sementara Gross dan Prince optimistis soal potensi “jaman keemasan” dimana perusahaan AI membayar pembuat konten secara rutin, tidak semua pemimpin media sepakat.

Janice Min, CEO Ankler Media, justru pesimis. Ia melihat pengalaman dua dekade terakhir menunjukan bahwa perusahaan teknologi besar seperti Google dan Facebook hanya sementara memberikan kesepakatan, lalu menarik perlindungan begitu mereka mendapat keuntungan maksimal.

“Saya tidak melihat manfaat dari bermitra dengan AI. Cerita teknologi ini terulang terus: mereka datang dengan uang, sulit ditolak karena menggiurkan, tapi akhirnya merugikan,” ungkap Min yang memutuskan memblokir crawler AI dan fokus mengembangkan bisnis melalui newsletter berbayar dan platform seperti Substack.

Published: 12 September 2025
Tags:

Related articles