Gambar Bumi dengan sumber air yang mungkin berasal dari sabuk asteroid (Foto: NASA)
Para peneliti telah lama mempertanyakan bagaimana air—unsur vital bagi kehidupan—pertama kali muncul di Bumi. Planet kita terbentuk dalam kondisi panas ekstrem, sehingga mustahil menyimpan es atau air cair sejak awal. Teori terbaru yang diusulkan oleh tim astrofisikawan internasional menyatakan bahwa air Bumi berasal dari uap yang dilepaskan oleh asteroid purba, kemudian menyebar seperti "hujan kosmik" ke planet-planet dalam tata surya, termasuk Bumi.
Misteri Asal Usul Air Bumi
Selama puluhan tahun, ilmuwan berdebat antara dua hipotesis: apakah air terbawa oleh komet yang mengandung es atau asteroid kaya mineral. Analisis rasio deuterium-hidrogen (D/H) pada air laut menunjukkan kesamaan dengan air yang terperangkap dalam asteroid karbon, menggeser fokus penelitian ke benda langit tersebut. Namun, pertanyaan besar tetap ada: bagaimana asteroid tersebut bisa mengirimkan air ke Bumi yang masih muda?
Teori "Cakram Uap" dari Sabuk Asteroid
Menurut penelitian terbaru yang dipimpin Dr. Quentin Kral dari Observatorium Paris, jawabannya terletak pada proses sublimasi es di sabuk asteroid. Saat tata surya masih muda, asteroid-asteroid di sabuk utama (antara Mars dan Jupiter) mengandung es yang menyublim menjadi uap air ketika terkena peningkatan radiasi matahari. Uap ini membentuk cakram raksasa yang secara bertahap bergerak mendekati matahari.
"Selama 20-30 juta tahun setelah pembentukan matahari, cakram uap ini 'memandikan' planet-planet dalam, termasuk Bumi, dalam uap air yang akhirnya terperangkap oleh gravitasi," jelas Kral. Simulasi numerik timnya menunjukkan bahwa proses ini mampu menjelaskan volume air di lautan, danau, hingga air yang tersimpan di mantel Bumi.
Dukungan dari Misi Luar Angkasa dan Teleskop
Data dari misi Hayabusa 2 (Jepang) dan OSIRIS-REx (NASA) mengungkap keberadaan mineral terhidrasi pada asteroid seperti Ryugu dan Bennu. Mineral ini hanya terbentuk melalui interaksi dengan air, membuktikan bahwa asteroid-asteroid tersebut pernah mengandung es. Selain itu, pengamatan menggunakan teleskop ALMA di Chile menemukan cakram gas serupa di sistem bintang muda lain, memperkuat teori ini.
Implikasi bagi Planet Lain dan Masa Depan
Model ini juga menjawab keberadaan air purba di Mars dan Bulan. "Mekanisme yang sama mungkin terjadi di planet kebumian lain," tambah Kral. Timnya kini berencana menggunakan ALMA untuk mencari cakram uap air di sistem planet muda, yang bisa menjadi kunci memahami distribusi air di alam semesta.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski teori ini menjanjikan, bukti langsung cakram uap di tata surya purba sulit didapat karena telah menghilang miliaran tahun lalu. Namun, kombinasi simulasi canggih dan teknologi observasi mutakhir diharapkan dapat mengungkap lebih banyak petunjuk tentang asal-usul air—tidak hanya di Bumi, tetapi juga di dunia lain.
Kredit: Artikel ini diadaptasi dari tulisan Dr. Quentin Kral di The Conversation.