Foto: AFP via Getty Images
Cina baru-baru ini membuat terobosan besar di bidang kecerdasan buatan (AI) dengan peluncuran Manus, yang diklaim sebagai "agen AI otonom penuh" pertama di dunia, yang mampu melakukan tugas kompleks seperti memesan liburan, membeli properti, atau membuat podcast tanpa bimbingan manusia.
Yichao Ji, pemimpin pengembangan Manus, menjelaskan bahwa inovasi ini menandai evolusi berikutnya dalam kecerdasan buatan dan memberi "sebuah sudut pandang" ke arah kecerdasan umum buatan (AGI): AI yang setara atau bahkan melampaui kecerdasan manusia.
"Ini bukan sekadar chatbot atau alur kerja, tetapi agen otonom sejati yang menjembatani kesenjangan antara konsep dan eksekusi," katanya dalam video yang mendemonstrasikan kemampuan AI ini.
Hype yang mengelilingi Manus tidak jauh berbeda dengan saat peluncuran ChatGPT oleh OpenAI yang menjadi aplikasi dengan pertumbuhan tercepat dalam sejarah pada November 2022. Seolanjutnya, banyak pihak dalam industri AI mulai percaya bahwa AGI mungkin lebih dekat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Sam Altman, CEO OpenAI, baru-baru ini menegaskan bahwa AGI "sedang masuk dalam jangkauan", yang ia sebut sebagai momen penting dalam sejarah manusia. Dario Amodei, CEO Anthropic, memprediksi bahwa AGI dapat muncul secepat tahun 2026, dengan pencapaian AI yang bisa mengungguli kecerdasan pemenang Nobel.
Namun, meski Manus memiliki banyak kemampuan yang mengesankan, pengguna awal mengamati beberapa kesalahan yang mudah dikenali. Contohnya, dalam analisis pasar konsol gaming, Manus hanya mencakup laporan untuk Sony Playstation dan Microsoft Xbox, tanpa menyertakan Nintendo Switch.
Menanggapi temuan ini, sebuah pernyataan dari Manus mengatakan bahwa mereka tengah dalam tahap uji coba tertutup untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang ada.
"Kami sangat menghargai wawasan berharga yang dibagikan oleh semua orang," tambah juru bicara Manus.
Sementara Manus sedang dalam pengujian lebih lanjut, beberapa ahli memperingatkan bahwa agen AI seperti Manus tidak boleh diberikan otonomi penuh atas tugas-tugas penting tanpa pengawasan yang tepat.
Mel Morris, CEO dari Corpora.ai, mengekspresikan keprihatinan bahwa "Jika diberikan otonomi atas tugas yang sangat berisiko—seperti membeli dan menjual saham—kesalahan semacam itu dapat menyebabkan kekacauan."
Morris menekankan perlunya "pengawasan, instrumentasi, dan monitoring yang kritis" untuk memastikan bahwa keterlibatan AI dalam pengambilan keputusan tidak menimbulkan risiko bagi masyarakat.